Senin, 29 April 2019

laporan observasi masjid

BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Masjid dan Kebudayaan
Pengertian masjid
Dilihat dari segi harfiyah masjid adalah tempat sembah-Yang. Perkataan masjid berasal dari bahasa Arab. Kata pokoknya Sujudan, Fill Madinya Sajada ( ia sudah sujud). Fill Madinya Sajada diberi awakan Ma, sehingga terjadilah isim makan. Isim makan ini menyebabkan berubahan bentuk sajada menjadi masjidun, masjid dari ejaan aslinya adalah Masjid (dengan a) pengambilan alih kata Masjid oleh bahasa Indonesia umumnya membawa proses perubahan bunyi a menjadi e sehingga terjadilah bunyi Mesjid. Perubahan bunyi ma menjadi me, disebabkan tanggapan awalan me dalam bahasa Indonesia. Bahwa hal ini salah, sudah tentu kesalahan umum seperti ini dalam Indonesianisasi kata-kata asing sudah biasa. Dalam ilmu bahasa sudah menjadi kaidah, kalau suatu penyimpangan atau kesalahan dilakukan secara umum, ia dianggap benar. Menjadilah dia kekecualian.
Menurut etimologi, masjid berarti tempat beribadah. Akar kata dari masjid adalah sajada dimana sajada berarti sujud atau tunduk. Kata masgid (m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5 Sebelum Masehi. Kata masgid (m-s-g-d) ini berarti "tiang suci" atau "tempat sembahan".
Kata masjid dalam bahasa Inggris disebut mosque. Kata mosque ini berasal dari kata mezquita dalam bahasa Spanyol. Sebelum itu, masjid juga disebut "Moseak", "muskey" , "moscey" , dan "mos'key.
Masjid adalah rumah tempat ibadah umat Muslim. Masjid artinya tempat sujud, dan mesjid berukuran kecil juga disebut musholla, langgar atau surau. Selain tempat ibadah masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan - kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid.

Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan itu berhubungan dengan manusia, manusia mempunyai jiwa, mempunyai pula kebudayaan, hewan yang tidak mempunyai jiwa, tidak pula mempunyai kebudayaan, yang membedakan manusia dari hewan secara abstraknya adalah jiwa, secara konkritnya adalah kebudayaan. Jadi, jiwalah yang merupakan sumber dari ciptaan kebudayaan. Di dalam Kamus Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa: ‘‘budaya’’ adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. ‘‘Sedang kebudayaan’’ adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Firman Allah swt yang berbunyi dalam Al-qur’an Surat Ar-rum : 30 :[12].
Artinya : ‘‘Maka hadapkanlah wajahmu yang lurus kepada Agama (Allah) ; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.’’
Fitrah Allah maksudnya: ciptaan Allah. Manusia diciptakan allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan . Maka dapat disimpulkan bahwa dari naluri akan timbul berbagai kebudayaan kebudayaan yang dikelolah oleh akal manusia, lalu timbullah ekspresi pada setiapdiri manusia. Jadi, secara umum kebudayaan ialah suatu hasil daya pemikiran dan pemerahan tenaga lahir manusia, ia dalah gabungan antara tenaga fikiran dengan tenaga lahir manusia. Yang dimaksudkan gabungan antara tenaga batin (daya pemikiran) dengan tenaga lahir ialah suatu pemikiran manusia yang dilaksanakan dalam bentuk perbuatan. Maka hasil daripada gabungan inilah yang dikatakan kebudayaan. Fikiran dan perasaan yang merupakan inti devinisi membentuk kesadaran. Jalinan fikiran dan perasaan melahirkan kemauan. Kemauan adalah awal perbuatan. Laku perbuatan dijalankan oleh jasmani manusia. Jadi, secara umum kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil olah akal, berupa; cipta, rasa, dan karsa.
Fungsi dan Peran Mesjid pada Masa Nabi dan Masa Kini
Fungsi dan Peran Masjid di Masa Nabi
Masjid di masa Rasulullah saw bukan hanya sebagai tempat penyaluran emosi religious semata ia telah dijadikan pusat aktivitas umat. Berikut fungsi masjid diantaranya;
Tempat latihan perang. Rasulullah saw mengizinkan Aisyah menyaksikan dari belakang beliau orang-orang Habasyah berlatih menggunakan tombak mereka di Masjid Rasulullah pada hari raya.
Balai pengobatan tentara muslim yang terluka. Sa’d bin Mu’adz terluka ketika perang Khandaq maka Rasulullah mendirikan kemah di masjid.
Tempat tinggal sahabat yang dirawat
Tempat menerima tamu. Ketika utusan kaum Tsaqif datang kepada Nabi saw beliau menyuruh sahabatnya untuk membuat kemah sebagai tempat perjamuan mereka.
Tempat penahanan tawanan perang. Tsumamah bin Utsalah seorang tawanan perang dari Bani Hanifah diikat di salah satu tiang masjid sebelum perkaranyadiputuskan.
Pengadilan. Rasulullah menggunakan masjid sebagai tempat penyelesaian perselisihan di antara para sahabatnya.
Selain hal-hal diatas masjid juga sebagai tempat bernaungnya orang asing musafir dan tunawisma. Di masjid mereka mendapatkan makan minum pakaian dan kebutuhan lainnya. Di masjid Rasulullah menyediakan pekerjaan bagi penganggur mengajari yang tidak tidak tahu menolong orang miskin mengajari tentang kesehatan dan kemasyarakatan menginformasikan perkara yang dibutuhkan umat menerima utusan suku-suku dan negara-negara menyiapkan tentara dan mengutus para da’i ke pelosok-pelosok negeri.
Masjid Rasulullah saw adalah masjid yang berasaskan taqwa. Maka jadilah masjid tersebut sebuah tempat menimba ilmu menyucikan jiwa raga. Menjadi tempat yang memberikan arti tujuan hidup dan cara-cara meraihnya.
Yang lebih strategis lagi, pada zaman Rasul, mesjid adalah pusat pengembangan masyarakat dimana setiap hari masyarakat berjumpa dan mendengar arahan-arahan dari Rasul tentang berbagai hal, prinsip-prinsip keberagaman, tentang sistem masyarakat baru, juga ayat-ayat Al-qur’an yang baru turun. Di dalam masjid pula terjadi interaksi antar pemikiran dan antar karakter manusia. Adzan yang dikumandangkan lima kali sehari sangat efektif mempertemukan masyarakat dalam membangun kebersamaan.
Bersamaan dengan perkembangan zaman, terjadi akses-akses dimana bisnis dan urusan duniawi lebih dominan dalam pikiran di banding ibadah meski di dalam masjid, dan hal ini memberikan  inspirasi kepada Umar bin Khattab untuk membangun fasilitas di dekat masjid, dimana masjid lebih diutamakan untuk hal-hal yang jelas makna ukhrawinya, sementara untuk berbicara hal-hal yang lebih berdimensi duniawi, Umar membuat ruang ruang khusus di samping masjid. Itulah asal usulnya sehingga pada masa sejarah Islam (hingga sekarang), pasar dan sekolahan selalu berada di dekat masjid.
Fungsi dan Peran Masjid di Masa Kini
Masjid dimasa kini memiliki fungsi dan peran yang dominan dalam kehidupan umat Islam, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut;
Sebagai tempat beribadah, sesuai dengan namanya Masjid adalah tempat sujud, maka fungsi utamanya adalah sebagai tempat ibadah shalat. Sebagaimana diketahui bahwa makna ibadah di dalam Islam adalah luas menyangkut segala aktivitas kehidupan yang ditujukan untuk memperoleh ridha Allah, maka fungsi masjid disamping sebagai tempat beribadah secara luas sesuai dengan ajaran Islam.
Sebagai tempat menuntut ilmu, masjid berfungsi sebagai tempat untuk belajar mengajar, khususnya ilmu agama yang merupakan fardlu ain bagi umat islam. Di samping itu juga ilmu-ilmu lain, baik ilmu alam, sosial, humaniora dapat, keterampilan dan lain sebagainya dapat diajarkan di masjid.
Sebagai tempat pembinaan jamaah, dengan adanya umat Islam di sekitarnya, masjid berperan dalam mengkoordinir mereka guna menyatukan potensi dan kepemimpinan umat. Selanjutnya,umat y6ang terkoordinir secara rapi dalam organisasi tamir masjid dibina, keimanan, ketaqwaan, ukhuwah imaniah dan dakwah islamiahnya. Sehingga masjid menjadi basisi umat Islam yang kokoh.
Sebagai pusat dakwah dan kebudayaan Islam, masjid merupakan jantung kehidupan umat Islam yang selalu berdenyut untuk menyebarkan luaskan dakwah islamiyah dan budaya islami. Di masjid pula direncanakan, diorganisasi, dilaksanakan, dikembangkan dakwah dan kebudayaan Islam yang menyahuti kebutuhan masyarakat. Karena itu masjid, berperan sebagai sentra aktivitas dakwah dan kebudayaan.
Sebagai pusat kaderisasi umat, sebagai tempat pembinaan jamaah dan kepemimpinan umat, masjid memerlukan aktivis yang berjuang menegakkan Islam secara istiqamah dan berkesinambumngan. Patah tumbuh hilang berganti. Karena itu pembinaan kader perlu disiapkan dan di pusatkan di masjid sejak mereka masih kecil sampai dewasa. Di antaranya dengan taman pendidikan Taman Pendidikan Al-qur’an (TPA), remaja masjid maupun tamir masjid beserta kegiatannya.
Sebagai  basis kebangkitan umat Islam, Abad ke-lima belas Hijriyah ini telah dicanangkan umat Islam sebagai abad kebangkitan Islam. Umat Islam yang sekian lama tertidur dan tertinggal dalam percaturan peradaban dunia berusaha untuk bangkit dengan berlandaskan nilai-nilai agamanya. Islam dikaji dan ditelaah dari berbagai aspek, baik ideologi, hukum, ekonomi, politik, budaya, sosial dan lain sebagainya. Setelah itu dicoba untuk diaplikasikan dan dikembangkan dalam kehidupan riil umat. Menafasi kehidupan dunia ini dengan nilai-nilai Islam. Proses islamisasi dalam segala aspek kehidupan secara arif bijaksana digulirkan.
Umat Islam berusaha untuk bangkit. Kebangkitan ini memerlukan peran masjid sebagai basis perjuangan. Kebangkitan berawal dari masjid menuju masyarakat secara luas. Karena itu upaya aktualisasi fungsi dan peran masjid pada abad lima belas Hijriyah adalah sangat mendesak dilakukan umat Islam.

Masjid sebagai Pusat Kegiatan Masyarakat Muslim
Tidak dapat disangkal bahwa masjid sudah merupakan pusat kegiatan masyarakat muslim. Implikasinya, sesuai dengan perkembangan masyarakat, maka berkembang pula fungsi dan peran masjid. Kegiatan masjid pun semakin meluas, mencakup aspek peribadatan dan budaya Islam. Fungsi dan peran masjid, yang dari waktu ke waktu terus meluas, membuktikan kesadaran dan pemahaman umat Islam terhadap pemanfaatan masjid semakin meningkat. Meluasnya fungsi dan peran masjid ini seiring dengan laju pertumbuhan umat Islam di Indonesia, baik secara kuantitatif maupun kualitatif yang tercermin dalam pertambahan jumlah  penduduk muslim dan peningkatan jumlah intelektual muslim yang sadar dan peduli terhadap peningkatan kualitas umat Islam. Kondisi inilah yang mendorong perluasan fungsi masjid.
Sejak awal pertumbuhannya, masjid di Indonesia pada mulanya dipahami dan difungsikan oleh sebagian besar masyarakat muslim Indonesia sebagai tempat suci untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah-ibadah khusus, menyelenggarakan ibadah salat saja. Namun, sejalan dengan perkembangan pemahaman dan kesadaran masyarakat, masjid tidak lagi dipahami seperti itu.
Di tengah kehidupan masyarakat Indonesia terutama di daerah perkotaan, masjid berfungsi, selain sebagai pusat peribadatan, juga sebagai pusat pembinaan umat. Pendidikan dan aktivitas sosial seperti kegiatan pendidikan anak dan remaja, majelis taklim, musyawarah warga, akad nikah, dan pemberdayaan ekonomi umat dipusatkan di masjid. Fungsi dan peran mesjid diharapkan terus meningkat sehingga mampu berperan secara aktif untuk mengayomi dan membina keberagaman, pendidikan, dan kesejahteraan umat.
Bertambah luasnya pemahaman umat Islam terhadap fungsi masjid di tengah kehidupan masyarakat, di satu sisi mencerminkan masa depan umat Islam akan lebih baik. Namun, di sisi lain menimbulkan persoalan baru yaitu persoalan pengelolaan masjid. Pengelolaan masjid ini betul-betul berfungsi, sebagaimana masjid yang didirikan oleh Rasulullah saw dan para ulama pewaris nabi, yakni sebagai sentra umat dalam menjaga tujuan didatangkannya syariat.
Masyarakat Indonesia tergolong masyarakat religius. Betapa tidak, hingga saat ini masyarakat Indonesia sangat dekat dengan masjid. Salat lima waktu dikerjakan di masjid. Pengajian-pengajian berlangsung di masjid. Rapat-rapat ke RT-an, ke RW-an, dan musyawarah kemasyarakatan sering juga dilakukan di masjid. Kumpul-kumpul para pemuda dan remaja pos hingga pos ronda pun sering menyatu dan berada di serambi masjid. Aktivitas sosial, dan politik bahkan sering kali digerakkan dari masjid pula. Oleh karena itu, dapatlah dikatakan, bahwa masjid di Indonesia bukan hanya sebagai tempat peribadatan saja (dalam arti ritual, seperti solat dan dzikir), tetapi juga tempat sosialisasi dan proses pembudayaan umat Islam. Sejak zaman Rasulullah hingga masa keemasan umat Islam, masjid bahkan berfungsi sebagai pusat pendidikan, ekonomi, politik. Sungguh tepat Sidi Gasalba yang menyebutkan, ‘‘Masjid sebagai pusat peribadatan dan kebudayaan Islam’’.

Fungsi dan Peran Masjid kampus dalam Pengembangan Budaya Islam
Masjid kampus dan suasana religius
 Suasana kehidupan keagamaan di hampir setiap kampus perguruan tinggi dirasakan cukup semarak. Sebelum dikumandangkan azan, terdengar jelas alunankalam Ilahi dari menara masjid kampuske setiap gedung perkantoran dan ruang kuliah, sebagai isyarat sudah dekatnya waktu salat sekaligus sebagai ajakan salat berjamaah. Aktivitas kantor dan perkuliahan segera dihentikan sementara sampai habis waktu istirahat dan salat berjamaah.
Masjid kampus pada setiap hari ramai dikunjungi oleh para mahasiswa, dosen, dan karyawan. Mereka menjadikan masjid kampus sebagai pusat pembinaan keimanan dan ketaqwaan. Pada setiap hari, tidak terkecuali pada hari-hari libur, kelompok-kelompok diskusi mahasiswa dilaksanakan sehingga menjadikan suasana lingkungan masjid kampus semakin semarak.
Banyak mahasiswa dan karyawan yang lebih suka memilih berada di lingkungan masjid untuk menghabiskan waktu istiraahat dan aktivitas perkuliahannya. Ada yang sekedar istirahat sambil menunggu waktu salat berjamaah. Ada juga yang berdiskusi tentang masalah-masalah keagamaan, bahkan di serambi masjid kampus dijadikan tempat mengikat janji para mahasiswa dengan teman-temannya. Fenomena seperti ini merupakan salah satu indikasi kemakmuran masjid kampus.
Pembinaan salat wajib lima waktu
Tujuan pembinaan ini adalah menekankan pada upaya pembinaan salat para jamaah. Diantara kegiatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
Membagi-bagikan buku salat pedoman praktis kepada para jamaah. Untuk lebih mencerdaskan jamaah dan menjaga ukhuwah islamiah.
Mengadakan pengajian singkat mengenai salat dalam kultum atau pengajian khusus. Lebih baik diselenggarakan dalam pengajian sistem studi paket, untuk lebih mencerdaskan jamaah dan menjaga ukhuwah islamiah.
Menerbitkan jurnal atau buletin (bisa bulanan atau mingguan, tergantung kesanggupan pengurus masjid) yang berkaitan dengan ajaran Islam, termaksud masalah peribadatan secara syariat dan hakikat.
Menempelkan papan petunjuk waktu salat yang berlaku pada setiap saat. Pada masjid-masjid tertentu dapat pula diumumkan melalui pengeras suara, guna pemberitahuan atau peringatan kepada masyarakat di sekitarnya.
Pembinaan salat jumat
Salat jumat merupakan kegiatan masjid yang paling banyak dikunjungi para jamaah tetapi paling murah pembiayaannya. Ini disebabkan para jamaah datang sendiri tanpa diundang karena kesadaran para jamaah bahwa salat jumat itu wajib. Bandingkan dengan kegiatan tablig akbar yang membutuhkan dana sangat besar.
Akan tetapi, sangat disesalkan, selama ini khotbah junta terkesan asal-asalan, tanpa direncanakan dengan desain kurikulum yang baik. Dapat kita saksikan antara lain dari sikap dan perilaku jamaah yang banyak mengantuk. Ada pendapat di kalangan sebagian jamaah bahwa isi khotbah jumat berkisar pada masalah yang sama, dan karena itu, khotbah jumat tidak perlu diperhatikan.
Khotbah jumat seharusnya didesain secara khusus untuk pendidikan dan pengajaran umat Islam sehingga mampu memberikan motivasi dan mengubah pola pikir dan akhlak jamaah. Untuk itu, khotbah jumat perlu dipersiapkan secara baik.tema-tema khotbah dipilih berdasarkan masalah yang paling dibutuhkan untuk membina dan mengubah jamaah, serta dipersiapkan metodologi khotbah yang tepat. Jamaah jumat biasanya relatif tetap. Artinya, jamaah yang menjadi peserta salat jumat adalah orang yang sama juga.


Pembinaan kegiatan bulan ramadan
Bulan ramadhan merupakan bulan yang penuh dengan kegiatan ibadah, yaitu berpuasa pada siang hari, melaksanakan salat tarawih witir pada malam hari, bertadarus Al-qur’an, beriktikaf, mengikuti kajian agama, dan lain-lain. Tujuan pembinaan kegiatan pada bulan Ramadan adalah untuk lebih menggairahkan para jamaah untuk meningkatkan peribadatan dan mengkaji ajaran Islam.
Kegiatan bulan Ramadan yang perlu dikelola dengan baik, antara lain sebagai berikut;
Salat tarawih, adalah sebuah fakta bahwa kaum muslimin Indonesia begitu bergairah menyambut kedatangan bulan ramadan dengan menjalankan ibadah salat tarawih. Akan tetapi, sering kali semangat dan gairah itu hanya pada awal ramadan saja. Pada pertengahan ramadan sudah terlihat berkurangnya jumlah jamaah salat tarawih. Semakin mendekati akhir ramadan semakin berkurang pula jumlah jamaah salat tarawih. Biasanya jika tidak datang ke masjid jamaah itu tidak melaksanakan salat tarawih. Oleh karena itu, diperlukan semacam motivasi agar jamaah tetap melaksanakan ibadah salat tarawih. Seandainya jamaah tidak bisa melaksanakan salat tarawih di masjid, hendaklah salat tarawih dikerjakan di rumah masing-masing.
Kuliah tarawih, di Indonesia ada tradisi bagus, yaitu setiap sebelum salat tarawih selalu dimulai dengan kuliah tarawih. Jika kurikulum kuliah tarawih disusun dengan baik dan dipilih tema-tema yang dibutuhkan, maka akan menjadi bahan pengajaran yang berharga bagi jamaah.
Kultum (kuliah tujuh menit) sesudah salat subuh, adalah sebuah fakta juga bahwa jamaah salat subuh pada bulan ramadan banyak dihadiri jamaah. Kiranya perlu dibuat kurikulum kultum bakda salat subuh yang baik dan dipilih tema-tema yang dibutuhkan agar menjadi bahan pengajaran berharga bagi para jamaah.
Iktikaf dan tadarus Al-qur’an, pada bulan ramadan biasanya ada sejumlah jamaah yang gemar ‘‘menghidupkan’’ masjid dengan beriktikaf dan bertadarus Al-qur’an. Alangkah baiknya jika bertadarus Al-qur’an itu tidak hanyan membaca Al-qur’an saja, tetepi membaca dan mengkaji penjelasan atau terjemahan Al-qur’an.
Kegiatan-kegiatan lain pada bulan ramadan, bulan ramadan adalah bulan yang paling tepat untuk menyelenggarakan berbagai ibadah, pengajaran Islam, dan amal-amal umat Islam. Untuk membahas kegiatan bulan ramadan lainnya kiranya perlu dibuat modul khusus.
Program tutorial atau mentoring keislaman
         Program tutorial atau mentoring keislaman dikampus ada yang dilaksanakan oleh unit kegiatan keagamaan mahasiswa yang langsung berkaitan dengan pelaksanaan kuliah, dan ada juga yang dilaksanakan oleh badan / unit yang bersifat otonom. Di beberapa kampus tutorial dilaksanakan oleh suatu organisasi mahasiswa yang berada dibawah bimbingan langsung koordinator PAI dan para dosen PAI.
Unit kegiatan dakwah mahasiswa
Kegiatan unit kegiatan dakwah kampus di pusatkan di masjid kampus, tujuan pokok dari lembaga ini adalah membina para anggotanya sebagai calon sarjana, calon pendidik, dan kader dai dalam rangka mewujudkan ukhuwah islamiah, memelihara ajaran Islam, dan ikut menciptakan kampus religius. Kegiatan utamanya adalah kaderisasi para dai dari kalangan mahasiswa dan mahasiswi untuk berdakwah di kalangan mahasiswa.


Program studi agama dan bahasa arab
Bahasa arab sering disosiasikan dengan agama Islam, karena bahasa arab merupakan salah satu ilmu-ilmu Islam. Kitab suci umat Islam sendiri, Al-qur’an dan kitab-kitab hadis juga berbahasa arab. Program studi bahasa arab ini dapat dijadikan cikal bakal berdirinya prodi-prodi ilmu-ilmu Islam lainnya dalam rangka memperkokoh pembudayaan religiositas kampus.
Cara melestarikan kebudayaan Islam yang ada di masjid kampus
Pertama, kita harus faham dan yakin bahwa Islam adalah agama yang komprehensif (syumuliyah), yang mengatur semua aspek kehidupan.
Berbeda dengan Barat, agama hanya dianggap sebagai jalan berhubungan dengan Tuhan, tidak mengatur interaksi sosial-ekologis antar makhluk di dunia.
“…. Dan Kami turunkan Kitab (al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (muslim).” (an-Nahl: 89).
Imam ath-Thabari rahimahullah menerangkan, yang dimaksud menjelaskan segala sesuatu dalam ayat ini di antaranya adalah menunjukkan mana-mana yang dihalalkan, diharamkan, diperintahkan, dan dilarang oleh Allah ta’ala. Islam tidak meluputkan satu hal pun dan sekecil apa pun dari apa pun yang ada dalam kehidupan, karena ia agama yang sempurna.
Kedua, kita harus meyakini bahwa Islam adalah asas tertinggi dan inti, segala paham harus bersumber padanya.
“Wahai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antaramu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan RasulNya, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (an-Nisaa’: 59),
“Dan apa pun yang kamu perselisihkan padanya tentang sesuatu, keputusannya (terserah) kepada Allah. (Yang memiliki sifat-sifat demikian) itulah Allah Tuhanku. KepadaNya aku bertawakal dan kepadaNya aku kembali.” (asy-Syuuraa: 10).
Ketiga, mesti kita ketahui dan yakini bahwa Islam adalah standar nilai benar-salahnya segala hal.
“Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yang benar dan yang batil) ….” (al-Baqarah:185).
Mukmin tak sepantasnya menilai baik buruknya sesuatu berdasar keuntungan pragmatis. Misal saja menganggap bunga (riba) baik-baik saja karena dalam kondisi tertentu dapat membantu orang lain dan menguntungkan kedua belah pihak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar