Investasi pada
Perempuan: Benarkah Makin Memuliakan Perempuan?
Oleh : Riska
Nilmalasari D.A
Merujuk kata “investasi”, ini
merupakan istilah yang sering kita dengarkan dalam ekonomi di era sekarang,
seiring perkembangan zaman investasi amat diminati karena merupakan bentuk
sistem yang mampu menjamin sendi kehidupan yang sejahtera di masa yang akan
datang klaimnya.
Tema investasi juga diangkat pada
kegiatan hari perempuan sedunia 'invest In Women: Accelerate Progress’
('Berinvestasi pada Perempuan Mempercepat Kemajuan’). Negara didorong untuk
berinvestasi dengan memberikan kesempatan kepada perempuan untuk belajar dan
berkarya, termasuk menyediakan cukup dana untuk mewujudkan kesetaraan gender.
Maka kelak negara dianggap akan mendapatkan banyak keuntungan.
Berikut adalah lima bidang utama
yang memerlukan tindakan bersama pada kegiatan Peringatan Hari Perempuan
Internasional atau International Women's Day yang jatuh ada tanggal 8 Maret,
sebagaimana dikutip dari [Detiknews.com Jumat, 2 Februari 2024], yaitu:
Pertama, berinvestasi pada
perempuan: masalah hak asasi manusia, kesetaraan gender masih menjadi tantangan
hak asasi manusia yang terbesar. Berinvestasi pada perempuan merupakan sebuah
keharusan dalam hak asasi manusia dan landasan untuk membangun masyarakat
inklusif. Kemajuan bagi perempuan bermanfaat bagi kita semua
Kedua, mengakhiri kemiskinan
pandemi COVID, konflik geopolitik, bencana iklim, dan gejolak ekonomi
menyebabkan 75 juta orang jatuh ke dalam kemiskinan parah sejak tahun 2020.
Tindakan segera sangat penting untuk mencegah lebih dari 342 juta perempuan dan
anak perempuan hidup dalam kemiskinan pada tahun 2030.
Ketiga, menerapkan pembiayaan
responsif gender, Akibat konflik dan kenaikan harga bahan bakar dan pangan,
perkiraan terbaru menunjukkan bahwa 75 persen negara akan membatasi belanja
publik pada tahun 2025. Penghematan berdampak negatif terhadap perempuan dan
mengurangi pengeluaran pemerintah untuk layanan publik penting dan perlindungan
sosial.
Keempat, peralihan ke
perekonomian ramah lingkungan dan masyarakat yang peduli. Sistem ekonomi saat
ini memberikan dampak yang tidak proporsional terhadap perempuan. Para
pendukung mengusulkan peralihan ke ekonomi hijau dan masyarakat peduli untuk
memperkuat suara perempuan.
Kelima, mendukung gerakan feminis
yang melakukan perubahan organisasi feminis memimpin upaya untuk mengatasi
kemiskinan dan kesenjangan perempuan. Namun, negara-negara tersebut masih
kekurangan dana dan hanya menerima 0,13 persen dari total bantuan pembangunan
resmi.
Tujuannya untuk meningkatkan
kesetaraan, menghilangkan diskriminasi, serta menjamin hak-hak kaum perempuan
untuk memastikan perempuan tidak tertinggal. Perempuan juga didorong untuk
berkarya / bekerja agar dapat berperan
atau ikut serta untuk mengentaskan kemiskinan. Semuanya tentu dalam
paradigma kehidupan saat ini, yaitu kapitalisme dengan semua nilai turunannya.
Kesetaraan gender lagi-lagi
diangkat sebagai solusi menuntaskan permasalahan wanita hari ini yang jelas
paradigma itu berasal dari barat yang amat kental kapitalisme sekulernya. Belum
lagi feminisme terus saja digaungkan dalam kehidupan hari ini sebagai gerakan
yang membawa perempuan pada hakikat berharga tapi nyatanya tidak pernah
berhasil dari terbentuknya hingga sekarang.
Mari telisik lebih dalam terkait
paradigma hidup hari ini, di mana perempuan dianggap berkelas ketika ia mampu
menghasilkan uang yang mana standarnya mereka itulah yang dimaksud berkarya.
Standar penampilan wanita selain dari penghasilan juga ditetapkan dengan
penampilan fisiknya, hingga mental yang seharusnya tidak melekat pada wanita
yaitu child free, my body my authority, ketidakinginan untuk menikah, dan
berbagai aturan liberal lainnya.
Kesibukan dengan alasan berkarya
juga membuat wanita mampu melupakan fitrah dan peran domestiknya dalam rumah
tangga, serta harusnya menjaga izzah dan iffahnya sebagaimana tujuan penciptaan
wanita yaitu ummu madrasatul ula dan ummu wa rabbatul bayt. Tergambar dengan
jelas dari aktivitas wanita hari ini tersibukkan dengan hal-hal yang bersifat
manfaat atau materi semata baik dengan keterpaksaan maupun sukarela. Ya,
begitulah sistem kapitalisme mendesain mereka menjadi manusia teralihkan.
Tapi apakah dengan begitu wanita
mampu mempercepat kemajuan?
Tentu saja tidak, sering sekali
kita mendengar kalimat wanita merupakan tiangnya suatu bangsa, jika
menginginkan bangsa untuk rusak maka rusaklah wanitanya. Maka apa yang
diharapkan jika wanita dibangun dari paradigma kebermanfaatan hingga investasi
jangka panjang dan pusat kemajuan jika mereka dijauhkan dari fitrah.
Islam menetapkan bahwa negara
bertanggung jawab untuk memenuhi hak setiap individu termasuk pendidikan dan
kesempatan yang sama untuk berkarya.
Namun Islam memiliki ketentuan rinci atas peran serta perempuan dan kiprahnya
dalam masyarakat. Poin penting yang harus diingat adalah Islam menempatkan
perempuansebagai ummu wa rabbatul baiti atau sebagai pengatur jalannya rumah
tangga, dan dalam Islam mendidik perempuan adalah investasi untuk membangun
peradaban yang mulia bukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Belum lagi hak-hak wanita akan
dijamin oleh negara baik itu berasal dari suaminya ataupun keluarganya agar
mendapatkan posisi terbaiknya tak perlu feminis, kesetaraan, apalagi hak asasi
tapi cukup dengan islam maka wanita akan mulia dunia dan akhirat.
Wallahualam bi ash-shawâb…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar